Taushiyyah

WASIAT AL IMAM AL KHATIB AL BAGHDADI KEPADA PARA PENUNTUT ILMU

Saya berwasiat kepadamu wahai penuntut ilmu, agar selalu mengikhlaskan  niat dalam menuntut ilmu, dan bersungguh-sungguh mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Karena ilmu itu ibarat pohon, sedang amal adalah buahnya. Seseorang belum dianggap berilmu selama belum mengamalkan ilmunya.

 

– Janganlah kamu melakukan suatu amal selama kamu belum mengetahui ilmunya. Begitu pula jangan pernah mempelajari suatu ilmu selama kamu masih meninggalkan amal. Gabungkanlah diantara keduanya meskipun hanya sedikit bagian yang kamu peroleh

 

– Ilmu dimaksudkan untuk diamalkan. Sebagaimana amal dimaksudkan untuk keselamatan. Maka jika amalan lebih sedikit dari ilmu yang dipelajarinya maka ilmu tersebut akan menjadi beban bagi orang yang berilmu.

–         Semoga Allah Subhanahu wataala melindungi kami dari ilmu yang berbalik menjadi bebab sehingga mewariskan kehinaan, dan melindungi kami pula dari ilmu yang membuat leher pemiliknya terbelenggu.

–         Seorang ahli hikmah berkata : “ ilmu adalah pelayan amal niscaya ilmu tidak akan dicari dan kalau saja bukan karena ilmu, amal tidak akan diminta  pertanggungjawabannya. Saya lebih suka suatu kebenaran tidak diketahui daripada saya membiarkannya  tidak diamalkan.”

–         Sahl bin Muzahim berkata : “ Perkara ( ilmu dan amalan ini ) lebih sulit bagi seorang alim dari menghitung bilangan sembilan puluh dengan jari tangan karena orang jahil tidak akan diterima udzur kebodohannya. Tetapi  alim akan menerima siksaan teramat pedih, jika ia membiarkan ilmunya tidak diamalkan.

–         Asy Syeikh (penulis) berkata : “ Tidaklah para Salafush Shalih memperoleh derajat yang tinggi kecuali dengan niat ikhlas, amal shalih dan kezuhudan yang tegar dari kenikmatan dunia yang menyilaukan mata.”

–         Dan tidaklah orang bijak ( terdahulu ) memperoleh kebahagiaan yang agung kecuali dengan bekerja keras, ridha dengan apa yang ia peroleh, dan menyedahkan harta yang melebihi kebutuhannya kepada orang yang membutuhkannya.

–         Perumpamaan orang yang mengumpulkan buku-buku ilmu seperti orang yang mengumpulkan emas dan perak. Orang yang rakus terhadap buku-buku ilmu tersebut seperti orang yang tamak dan loba terhadap emas dan perak, orang tertambat hatinya dan mencintai buku-buku tersebut, bagaikan orang yang menumpuk emas dan perak. Sebagaimana harta hanya akan bermamfaat apabila diinfakkan, begitu pula ilmu hanya akan bermamfaat bila diamalkan dan dipelihara kewajiban-kewajibannya.


Abu Yusuf Al-Bazzar berkata,

Riyah Al-Qaisi menikahi seorang wanita, lalu ia membangun rumah tangga dengannya. Ketika pagi hari, wanita ini beranjak menuju adonannya.

Maka, Riyah berkata, “Seandainya Engkau mencari seorang wanita yang dapat mengerjakan pekerjaanmu ini….”

Istrinya menjawab, “Aku hanyalah menikah dengan Riyah Al-Qaisi dan aku tidak membayangkan menikah dengan orang yang sombong dan ingkar.”

Pada malam harinya, Riyah tidur untuk menguji istrinya. Ternyata istrinya tersebut bangun pada seperempat malam pertama kemudian memanggilnya seraya berkata, “Bangun (untuk ibadah/shalat malam-ed), wahai Riyah!”

Riyah menjawab, “Aku akan bangun.” Namun, ia tidak bangun juga.

Lalu, istrinya bangun lagi pada seperempat malam berikutnya, kemudian memanggilnya lagi seraya berkata, “Bangun, Wahai Riyah!”

Dia menjawab, “Aku akan bangun.” Akan tetapi, ia masih tidak bangun.

Maka, istrinya tersebut akhirnya berkata,

“Malam-malam telah berlalu dan orang-orang yang berbuat kebajikan meraih keuntungan, sedangkan Engkau tidur. Duhai siapa yang tega menipuku hingga aku menikah denganmu, wahai Riyah?”

Akhirnya, Riyah pun bangun pada seperempat waktu yang tersisa. (Shifatus-Shafwah, IV/43-44, pasal ذكر المصطفيات من عابدات البصرة المعروفات بغيرهن , nomor 613)

 

‘Amr bin Murrah, dia berkata

من طلب الآخرة أضر بالدنيا، ومن طلب الدنيا أضر بالآخرة، فأضروا بالفاني للباقي

“Orang yang mencari akhirat akan merugikan dunia. Adapun orang yang mencari dunia, akan merugikan akhirat. Maka, korbankanlah yang fana untuk meraih yang baqa (kekal). Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’

Dzun Nun berkata

دع المصوغات من ماء ومن طين واشغل هواك بحور خرد عين “

Tingalkan wanita-wanita yang terbuat dari air dan tanah! Sibukkan hawa nafsumu dengan bidadari!” (dikutip Ibnul Jauzi dalam ذم الهوى, hal. 89)

 

Al Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah memberikan nasehat yang patut direnungkan oleh setiap kita yang mempelajari ilmu syar’i. Beliau berkata dalam kitab الداء و الدواء / الجواب الكافي لمن سال عن الدواء الشافي , terbitan دار الكتب العلمية hal. 185:

 

 

و من العحب أن الإنسان يهون عليه التحفظ و الاحترام من أكل الحرام و الظلم و الزنى و السرقة و شرب الخمر, و من النظر المحرم و غير ذلك, و يصعب عليه التحفظ من حركت لسانه, حتى ترى الرجل يشار إليه بالدين و الزهد, و العباد, و هو يتكلم بالكلمات من سخط الله لا يلقي لها بالاً ينزل بالكلمات الواحدة منها أبعد مما بين المشرق و المغرب

و كم ترى من رجل متورع الفواحش و الظلم, و لسانه يفرى في أعراض الأحياء و الأموات و لا يبالي ما يقول

  • Termasuk keanehan bahwasannya seseorang mudah dalam menjaga diri dari memakan barang haram, berbuat zhalim, berzina, mencuri, minum khamr, melihat perkara yang tidak dibolehkan, dan sebagainya, tetapi dia sangat sulit dalam menjaga gerak lisannya. Akibatnya, kamu melihat seseorang yang dijadikan panutan dalam agama, zuhud, dan ibadah, berbicara dengan kalimat-kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah tanpa ambil peduli, padahal satu kalimat saja bisa membuatnya jatuh dengan jarak yang lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.
  • Berapa banyak kamu melihat seseorang yang menjaga diri dari kedzalimah dan perbuatan keji, mencela kehormatan orang-orang yang sudah mati maupun yang masih hidup, tanpa sedikit pun peduli terhadap apa yang dikatakannya. http://alashree.wordpress.com

“Akan datang suatu masa kepada umat manusia, dimana pada masa itu hati2 manusia dipenuhi oleh kecintaan thd dunia sehingga hati2 tsb tidak dapat dimasuki oleh rasa takut terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Imam Sufyan Ats Tsauri)
“Jika luka & kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa, sedang ketabahan & kesabaran adalah lebih utama bagimu.” (Ummu Nisa al atsariyyah)
” Wahai anak adam,sejatinya dirimu hanyalah potongan2 masa yg berupa hari.Jika berlalu satu hari,hilanglah pula sepotong hidupmu.” (Hasan al Bashri)
“ketahuilah bahwa ilmu itu adalah cahaya & cahaya Allah tdk akan diberikan kepada orang yg bermaksiat.” (Imam al Waqi’)
“Barangsiapa yg menginginkan akhirat maka dia akan mengorbankan dunianya & barangsiapa yg menginginkan dunia maka dia akan mengorbankan akhiratnya.Wahai kaum, korbankanlah yg fana/dunia demi sesuatu yg abadi/akhirat.” (Ibnu Mas’ud )

Dzun-Nun berkata, “Sesungguhnya apabila seorang beriman kepada Allah dan memantapkan imannya, maka ia akan merasa takut kepada Allah. Jika ia merasa takut (khauf) kepada Allah, maka lahirlah harapan (raja’) dari ketaatan. Jika ia mencapai tingkatan harapan, maka lahirlah rasa cinta (mahabbah) dari harapan tersebut. Jika seluruh makna cinta menancap kuat di dalam hatinya, maka ia akan mencapai tingkatan rindu (syauq). Jika ia merasa rindu kepada Allah, maka kerinduan itu akan membuatnya merasa akrab dengan Allah. Jika ia merasa akrab dengan Allah, maka ia akan merasa tenteram dengan Allah. Dan jika merasa tenteram dengan Allah, maka ia akan menjalani malam harinya, siang harinya, kesendiriannya dan keramainnya dalam kenikmatan.”

Sirri As-Saqthi berkata, “Ada lima hal yang tidak bisa digabungkan dengan yang lain: takut kepada Allah semata, berharap kepada Allah semata, cinta kepada Allah semata, malu kepada Allah semata, dan akrab dengan Allah semata.”

Ali bin Abi Thalib berkata, “Hendaklah kamu lebih memperhatikan diterimanya amal daripada amal itu sendiri, karena amal tidak bisa diterima kecuali disertai dengan takwa, dan betapa sedikitnya amal yang diterima.”

Abu Idris Al-Khaulani berkata, “Hati yang bersih di dalam baju yang kotor lebih baik daripada hati yang kotor di dalam baju yang bersih.”

Al-Fudhail berkata, Allah سبحا نه و تعالى berfirman, “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2). Maksudnya, yang paling ikhlas dan paling benar. Jika amal itu ikhlas tapi tidak benar, maka tidaklah diterima. Pun jika amal itu benar tapi tidak ikhlas, maka tidak akan diterima sampai dilakukan secara ikhlas. Ikhlas artinya dilakukan karena Allah. Sedangkan benar artinya sesuai dengan Sunnah (tuntunan yang diberkan oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم)

Ia juga berkata, “Meninggakan amal karena manusia adalah riya’ (pamer). Dan beramal karena manusia adalah syirik (menyekutukan Allah).”

Dan ia pun berkata, “Barangsiapa menghindari lima hal, maka ia terhindar dari keburukan dunia Akhirat; Ujub (bangga diri, merasa lebih baik dari orang lain), riya’ (pamer), sombong, memandang rendah orang lain, dan syahwat.” >[Hilyatul ‘Auliya’]


Di dalam Al Muwaththo -karya Imam Malik- disebutkan : Lukman berkata kepada anaknya : “Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka), maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghidupkan (menyuburkan) bumi dengan hujan yang deras.” (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 228)

Sebagian orang-orang yang arif berkata : “Bukankah orang yang sakit akan mati tatkala tercegah dari makanan, minuman dan obat-obatan?” Maka dijawab : “Tentu saja,” Mereka mengatakan : “Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari ilmu dan hikmah maka akan mati.”

Sebagian salaf berkata : “Tidaklah seseorang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala sehingga (menyebabkan) hilang akalnya.”

Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al Muthaffifin : 14), Sebagian salaf menafsirkan ayat tersebut, yaitu : “Dosa yang dilakukan terus menerus (dosa di atas dosa).”Berkata Al Hasan : yaitu “Dosa di atas dosa hingga membutakan hati.” (Meriwayatkan darinya (Al Hasan) Abd Ibnu Hamid sebagaimana dalam (Ad Durul Mantsur : 8/447) (Ad Da`u wad Dawa` hal 95-96)

Al Imam Syafi`i pernah mengatakan : Aku pernah mengeluh kepada Imam Waqi` tentang jeleknya hafalanku. Maka beliau membimbingku untuk meningggalkan maksiat, Dan beliau berkata : “Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

“Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran.” (Al Fatawa 4/149)

Berkata Hasan Al Bashri : “Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya. Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan. Maka terus meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita. Bertaqwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Pada suatu hari beliau rahimahullah pergi menemui murid-muridnya dan mereka tengah berkumpul, maka beliau rahimahullah berkata:

“Demi Allah ‘Azza wa Jalla, sungguh! Andai saja salah seorang dari kalian mendapati salah seorang dari generasi pertama umat ini sebagaimana yang telah aku dapati, serta melihat salah seorang dari Salafus Shalih sebagaimana yang telah aku lihat, niscaya di pagi hari dia dalam keadaan bersedih hati dan pada sore harinya dalam keadaanberduka. Dia pasti mengetahui bahwa orang yang bersungguh-sungguh dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang bermain-main di antara mereka. Dan seseorang yang rajin dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang suka meninggalkan di antara mereka. Seandainya aku ridha terhadap diriku sendiri pastilah aku akan memperingatkan kalian dengannya, akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla Maha Tahu bahwa aku tidak senang terhadapnya, oleh karena itu aku membencinya.” (Mawai’zh lilImam Al-Hasan Al-Bashri, hal.185-187).

2.Beberapa Aqwal Ulama’

1 Al Imam Mujahid Rahimahullah

Tidaklah seorangpun dari mahluk Allah melainkan yang diambil pendapatnya atau bisa pula ditolak kecuali Rasulullah Shallahu “Alaihi Wasallam

2  Ahmad bin masud Radhiallahu Anhu

Ikutilah jejak kami janganlah kamu mengadakan kebid’ahan. Sungguh agama Islam telah mencukupi bagi kehidupan kalian

3  Al Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah

Prinsip-prinsip sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan ajaran para shahabat Rasulullah dan mencontoh mereka

4 Al Imam Az Zuhri rahimahullah

Ulama kami terdahulu selalu mengingatkan, bahwa berpegang teguh dengan As Sunnah itu adalah keselamatan

5 Al Imam Al Barbahari Rahimahullah

Pondasi Al jama’ah adalah para shahabat rasulullah, mereka adalah ahlussunah wal jama’ah, siapa saja yang tidak mengambil ilmu dari mereka sungguh telah sesat dn terjatuh dalam kebid’ahan

6  Wahab bin Munabbih – rahimahullah

Akan lahir dari ilmu: kemuliaan walaupun orangnya hina, kekuatan walaupun orangnya lemah, kedekatan walaupun orangnya jauh, kekayaan walaupun orangnya fakir, dan kewibawaan walaupun orangnya tawadhu’

7 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
“Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimanaia menyembunyikan amal keburukannya“(Tazkiyatus An-Nafs, 17)

8  Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata:
“Berapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niat, dan berapa banyak pulaamalan besar menjadi kecil karena niat” (Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam,12)

9 Said bin Jubair rahimahullah berkata :
“Celakalah orang yang tidak mengetahui sesuatu lalu ia mengatakan ‘saya
mengetahuinya’” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah,II/65)

10 Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :
“Kalaulah bukan karena ulama tentulah manusia seperti binatang”
(Minhaju Al Qashidin,12)

11 Imam Al Barbahary rahimahullah

Jika kamu lihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka ketahuilah bahwa sesungguhya dia telah mengucapkan kata-kata yang buruk dan termasuk ahli ahwa. (Syarhus Sunnah 115 nomor 133)

12 Imam Al Auza’i Rahimahulloh

Berpeganglah dengan atsar Salafus Shalih meskipun seluruh manusia menolakmu dan jauhilah pendapatnya orang-orang (selain mereka) meskipun mereka menghiasi perkataannya terhadapmu. (Asy Syari’ah 63)

13 Mundzir , dari Rabie’ bin Khutsaim

“Segala sesuatu yang dilakukan tidak untuk mencari wajah (dan keridhaan) Allah, Pasti sia-sia” (Shifatush Shafwah III:61)

14 Muhammad bin Waasi’ Al Bahsri

“Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak terpengaruh dengan ceramah yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya adalah dari dirimu sendiri,sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika keluarnya (ikhlas) dari dalam hati maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang mendengarnya)”. Tahdziibul kamaal” (26/576)  Siyaru a’laamin nubala(6/119)

 

[Radio SuaraQuran]

Tinggalkan komentar